MENDESAKNYA REFORMASI GEREJA
Oleh: Muriwali Yanto Matalu
Apakah reformasi gereja diperlukan? Ini merupakan satu
pertanyaan yang terlalu penting untuk diberi perhatian, terlalu serius untuk
dipikirkan, dan terlalu mendesak untuk segera dilakukan.
Tak memerlukan analisis yang dalam bagi mata yang tajam
untuk segera mengetahui bahwa sekarang ini seluruh bidang Kekristenan merosot
sedemikian tajam.
Penginjilan
Zaman ini, inti berita injil yakni hidup yang sejati dan
kekal di dalam Yesus Kristus, yang mutlak dibutuhkan oleh manusia berdosa yang
sudah mati di dalam dosanya, digantikan dengan hanya memberitakan Yesus yang
menjadi penyembuh penyakit jasmaniah serta pemberi kemakmuran dan sukses
(dilakukan Gerakan Kharismatik). Juga digantikan dengan hanya bagi-bagi sembako
dan bahan kebutuhan sehari-hari kepada mereka yang membutuhkan, dimana
penekanannya adalah kesetiakawanan di antara umat manusia (teologi Liberal dan
Injil Sosial [Social Gospel]).
Kebangunan Rohani
Kebangunan rohani zaman ini adalah pameran dari hal-hal yang
aneh, dimana di zaman para rasul pun tidak terjadi. Berjatuhan ke belakang,
tiup-meniup dengan “Roh Kudus”, tertawa terbahak-bahak, muntah-muntah, bahasa
“roh” beramai-ramai dan puji-pujian yang hingar-bingar merupakan indikator dari
kebangunan zaman ini. Dari pada disebut sebagai kebangunan rohani, hal-hal
semacam, itu lebih tepat disebut sebagai kejatuhan di dalam penyembahan
berhala, perdukunan, dan okultisme. Tidak perduli berapa banyaknya massa yang
berkumpul untuk berkebangunan, berapa besar jumlah uang yang dihabiskan, dan
berapa banyak lembaga pelayanan yang terlibat, kebangunan sejati tidak mungkin
dihasilkan dengan menonjolkan gejala-gejala yang bersifat setanik semacam itu.
Kebangunan sejati hanya dapat terjadi jika kita meninggikan supremasi firman
Allah sebagaimana dilakukan Luther, Calvin, dan reformator yang lainnya.
Teologi
Bidang Dogmatika (Teologi Sistematika) adalah bidang yang
paling banyak dicaci maki dan diselewengkan pada zaman ini. Dicaci maki oleh
karena sebagian besar orang Kristen menganggap bahwa pelajaran teologi (doktrin) adalah
pemecah-belah kesatuan gereja sehingga Dogmatika yang agung dilecehkan
sedemikian rupa. Sejatinya bukan teologi yang memecah-belah gereja, tetapi
kebodohan dan semangat kedagingan orang-orang Kristenlah yang memecah belah
gereja. Jika semua orang percaya mempelajari dan menggumulkan kebenaran Alkitab
dengan sungguh-sungguh, maka kita pasti tiba pada kesimpulan yang sama,
walaupun di dalam beberapa detail yang tidak signifikan (atau memiliki
signifikansi yang tidak terlalu besar) mungkin kita berbeda. Teologi yang
sejati juga sudah diselewengkan oleh golongan Liberal yang menolak otoritas
Alkitab yang mutlak dan tidak bersalah, serta golongan Kharismatik yang
walaupun mempercayai bahwa Alkitab sepenuhnya adalah firman Allah namun mereka
masih membuka diri bagi wahyu baru yang setara dengan Alkitab.
Kemerosotan di bidang teologi ini juga diperparah oleh
golongan Reformed yang seharusnya memegang teguh ortodoksi Reformed, tetapi
menyandingkan teologi Reformed dengan psikologi, filsafat, dan ilmu
pengetahuan, serta berusaha menyesuaikan diri agar teologi Reformed tidak
ketinggalan zaman. Ini adalah satu kebodohan yang tidak tanggung-tanggung,
dimana sesungguhnya kebenaran sejati tidak perlu disesuaikan dengan apa pun
termasuk perubahan zaman, karena sesuatu yang bersifat sejati dan mutlak tidak
perlu dirubah, dan yang perlu untuk menyesuaikan diri justru zaman dan semangat
zaman, agar selalu sesuai dengan kebenaran yang kekal. Ini rahasianya mengapa
teologi Reformed tidak pernah dihanyutkan oleh arus zaman, sedangkan teologi
yang selalu bersifat menyesuaikan diri sudah bergonta-ganti berkali-kali
seiring dengan perubahan zaman. Teologi Reformed yang sejati tidak perlu
dirubah atau disesuaikan dengan zaman, tetapi kita hanya perlu menggali dan
mendalaminya sehingga melalui anugerah Allah kita dapat memperdalam
bagian-bagian tertentu dimana para pendahulu kita belum menemukannya atau belum
bergumul untuk hal-hal itu.
Motif Pelayanan Hamba-Hamba Tuhan
Tidak sulit untuk melihat bahwa ada banyak motif yang tidak
tulus dari pelayanan hamba-hamba Tuhan zaman ini. Jika kita ke sekolah-sekolah
teologi lalu mengadakan wawancara kepada para mahasiswa, maka mungkin tidak ada
mahasiwa yang setelah lulus menyerahkan
diri untuk melayani di satu tempat tanpa honor. Jika ada, itu fakta yang
mengejutkan. Ketika saya pertama kali membuka GKKR, dimana saya tidak
melibatkan diri melayani di satu lembaga pelayanan tertentu atau gereja mana
pun, saya harus rela tidak menerima
honor apa pun. Saya sepenuhnya harus bersandar
kepada Tuhan.
Sebagian besar pelayanan hamba-hamba Tuhan sudah dicemari
oleh uang. Bagi yang lebih senior, maka kekuasaan dan ambisi untuk
jabatan-jabatan tertentulah yang mencemarinya. Saya sering bertemu dengan
orang-orang yang tidak ada habisnya
membicarakan mengenai masalah pertikaian, ketidakcocokan, saling berebut
kekuasaan, dan menjelekkan pelayan-pelayan lainnya, yang tentu saja menunjukkan
iman mereka yang kekanak-kanakan. Saat-saat semacam itu adalah saat-saat neraka
bagi saya, dan sering saya harus menyetopnya dengan mengalihkan pembicaraan,
atau dengan jujur harus mengatakan bahwa pembicaraan semacam itu sangat
merugikan. Namun, fakta yang disampaikan kepada kita dari
pembicaraan-pembicaraan murahan semacam itu adalah bahwa betapa remehnya
motif-motif pelayanan sebagian orang.
Kesucian Hidup
Kesucian hidup bukanlah hal yang penting bagi gereja
sekarang. Asalkan anda cukup kaya, maka anda layak untuk menjadi pengurus atau
majelis gereja. Jadi, kekayaan menjadi ukuran. Berapa banyak pendeta yang
berani berkhotbah dengan keras di atas mimbar untuk menegur majelis-majelis
yang kaya, saat mereka bertindak sembarangan dan jatuh ke dalam dosa-dosa tertentu?
Beberapa majelis gereja tertentu yang berzinah, tidak berani ditegur oleh
pendeta dan sesama majelis, karena mereka merupakan penyumbang terbesar bagi
keuangan gereja. Di sini uang menjadi raja. Jika kita yang seharusnya
mengkhotbahkan mengenai pertobatan dari dosa dan mengenai bahaya neraka bagi
mereka yang tidak bertobat dan tidak beriman kepada Kristus, ternyata juga
memainkan permainan-permainan Iblis dan neraka, maka betapa gelapnya dunia ini.
Ibadah
Pada umumnya ibadah gereja-gereja sekarang hampir pasti
disesuaikan berdasarkan selera jemaat. Ibadah yang menggunakan liturgi yang
ketat dianggap kaku dan menjadikan jemaat kurang nyaman. Bagi gereja-gereja
yang beraliran Kharismatik, liturgi
dianggap sebagai penghambat pekerjaan Roh Kudus. Jadi, kebaktian yang
bersifat lebih bebas dengan musik band
yang kadang lebih santai dan juga kadang lebih bersemangat (atau ribut?) lebih
disukai. Karena itu ada banyak gereja yang terlihat lebih mirip dengan
tempat-tempat hiburan. Tetapi itulah yang memang diinginkan, karena ibadah hari
Minggu dianggap sebagai pelepas lelah setelah bekerja dan sibuk dengan
urusan-urusan pribadi selama enam hari.
Namun pertanyaan penting yang harus dijawab adalah,
seharusnya agama itu untuk siapa? Untuk manusia atau untuk Tuhan? Kuyper
menjawab bahwa agama adalah untuk kepentingan Tuhan.[1]
Tentu saja jawaban ini mutlak benar. Jika manusia diciptakan oleh Tuhan, maka
hidup manusia tentulah untuk kepentingan Tuhan. Demikian juga kehidupan
beragama manusia. Berpusat kepada Tuhan atau tidak, merupakan indikator pembeda
antara agama yang sejati dan agama yang palsu. Agama sejati selalu bersifat
teosentris (berpusat kepada Tuhan) dan agama yang palsu selalu bersifat
antroposenstris (berpusat kepada manusia). Demikian juga dengan gereja sebagai
wadah dari kehidupan beragama. Jika satu gereja berpusat kepada Tuhan, maka
gereja tersebut adalah gereja yang sejati. Tetapi jika gereja tersebut berpusat
kepada manusia, maka gereja tersebut adalah gereja yang palsu. Hal ini benar
juga untuk ibadah. Ibadah yang sejati berpusat kepada Tuhan dan untuk
kepentingan Tuhan. Sedangkan ibadah yang palsu berpusat kepada manusia dan
untuk kepentingan manusia.
Saya tidak sedang mengatakan bahwa ibadah sama sekali tidak
memiliki faedah terhadap manusia. Tidak! Tetapi yang saya tekankan adalah bahwa
hakekat ibadah adalah untuk kemuliaan Tuhan, dan jika kita sungguh-sungguh
melakukannya tentu saja hal itu mendatangkan manfaat yang tidak sedikit. Tetapi
yang menjadi poin pentingnya adalah apakah Tuhan dipermuliakan dan disenangkan
oleh ibadah kita, dan bukan apakah kita merasa nyaman dan terhibur.
Mendesaknya Reformasi
Apa yang dipaparkan di atas hanyalah beberapa bidang di
dalam Kekristenan di samping masih banyak bidang yang lainnya, seperti
pernikahan dan keluarga, seni, filsafat, politik, ekonomi dan sebagainya.
Seluruh bidang ini merosot dengan sangat tajam, sehingga membuat kesaksian
Kristen menjadi pudar dan layu.
Jika kondisi semacam ini terus terjadi maka pada beberapa
generasi ke depan hanyalah tinggal generasi yang mungkin masih aktif dan rajin
melakukan pelayanan (termasuk kegiatan penginjilan dengan segala
penyimpangannya), namun sudah kehilangan esensinya sama sekali. Dan, tentu saja
tidak menunggu waktu satu abad untuk terjadinya keruntuhan dari pada Kekristenan.
Namun, Tuhan pendiri dan pemelihara Gereja tidak tinggal
diam. Dia justeru bekerja sampai saat ini dengan memanggil hamba-hamba-Nya dan
juga terus-menerus mendirikan serta memperbarui pelayanan-pelayanan yang ada.
Ini menimbulkan pengharapan yang besar di dalam hati kita.
Beberapa pelayanan yang baik dan agung, yang menyelamatkan
Kekristenan dari kemunduran misalnya seperti yang sudah dilakukan Athanasius,
Agustinus, dan para reformator (Luther,
Calvin dan yang lainnya). Juga seperti yang dilakukan oleh Jonathan
Edwards dengan kebangunan rohaninya yang terus memancar sampai kepada D. L.
Moody pada dua abad yang lalu dan Billy Graham pada abad yang lalu. Yang juga
patut disebut adalah orang-orang seperti John Wesley dan George Whitefield di
Inggris, serta John Sung dan Watchman Nee di China. walaupun tidak semuanya (seperti Wesley,
Moody, John Sung, Watchman Nee, dan Graham) melandaskan diri kepada teologi
Reformed. Tetapi paling tidak mereka sudah memiliki signifikansi tersendiri di
dalam dunia Kekristenan. Dan yang harus juga disebut adalah gerakan mandat
budaya yang dilancarkan oleh Abraham Kuyper di Belanda, dengan satu tujuan
bahwa Kristus harus menjadi Raja atas segala bidang kehidupan manusia.
Pada zaman ini orang-orang seperti R. C. Sproul di Amerika
yang merupakan pembela iman Reformed yang paling terkemuka, dan Ravi Zacharias
yang berkeliling dunia dengan mengkombinasikan antara apologetika dan
penginjilan, merupakan satu perkembangan Kekristenan ke arah yang
menggembirakan. Kemudian, satu gerakan yang tidak mungkin tidak dicatat di
dalam sejarah, yang bergerak dari Indonesia ke seluruh dunia dengan pengaruh
teologi Reformed dan penginjilannya adalah Gerakan Reformed Injili yang dimulai
oleh Stephen Tong.
Semua hal yang disebut di atas merupakan bukti nyata bahwa
Tuhan terus bekerja dan berurusan dengan gereja-Nya, menuju kepada titik
konsumasi pada saat kedatangan Yesus Kristus kali yang kedua pada masa yang
akan datang. Namun tugas penginjilan, pembinaan iman bagi orang percaya, dan
reformasi bagi begitu banyak kerusakan di dalam Kekristenan tetaplah
membutuhkan kerja keras yang bersifat raksasa dari semua orang yang memahami
kehendak Allah dan terpanggil untuk terjun di dalam pertempuran yang suci
ini.
Komentar
Posting Komentar